Jose Bento dari University of Sao Paulo, Brasil, melakukan penelitian pada kumbang curcubit (Diabrotica speciosa), ngengat spesies Pseudaletia unipuncta, dan kutu kentang (Macrosiphum euphorbiae). Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal PLoS ONE.
Diberitakan Nature, Rabu (2/10/2013), Bento menemukan, ketika hujan mengancam dan tekanan udara turun drastis, pejantan kumbang curcubit menjadi kurang responsif terhadap feromon kawin yang dikeluarkan betina.
Ketika pejantan diletakkan di dekat betina, pejantan itu masih akan mengawini saat betina mengeluarkan feromon kawin. Namun, tak seperti dalam kondisi normal, pejantan ingin buru-buru menyelesaikan proses kawin. Ada proses "foreplay" yang dilewatkan.
Ngengat Pseudaletia unipuncta dan kutu kentang juga menunjukkan reaksi yang sama terhadap tekanan udara.
Saat akan hujan, betina dari kedua spesies itu mengurangi panggilan kawinnya. Sementara saat tekanan udara meningkat, kutu kentang juga mengurangi panggilan kawinnya. Pejantan dari dua spesies itu juga kurang responsif terhadap panggilan kawin saat tekanan udara meningkat atau menurun.
Dengan reaksi serangga tersebut, maka kini bila tekanan udara meningkat atau menurun, ataupun bila hujan akan mengancam, manusia bisa mencari petunjuk dari perilaku serangga.
Berbard Roitberg, pakar serangga di Simon Fraser University di Kanada, mengungkapkan bahwa hasil penelitian Bento itu tepat. Roitberg melakukan penelitian 20 tahun lalu pada tawon spesies Leptopilina heterotoma. Ia menemukan, saat tekanan udara menurun, tawon itu cenderung "asal-asalan" dalam meletakkan telurnya.
Sementara, Robert Matthews, pakar serangga dari University of Georgia, mengungkapkan bahwa hasil penelitian itu masuk akal. Namun, untuk mengatakan bahwa semua serangga punya reaksi yang sama, masih perlu penelitian lebih lanjut.
Editor : Yunanto Wiji Utomo
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Beri komentar yang baik yah :) biar blognya ramai