Setiap negara mempunyai kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional. Pada umumnya sebuah negara bagian dari negara federal tidak mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian internasional. Dalam hal ini terdapat pengecualian agi Republik Ukraina dan Beylo Rusia sewaktu masih menjadi negara bagian USSR, yang dalam konvesi hukum laut internasional di Jenewa tahun 1958 mengikuti konvensi tersebut terlepas dari USSR.
Berdasarkan konvensi Wina ahun 1969, ada tahap tahap dalam membuat perjanjian internasional. tahap tahapnya adalah sebagai berikut.
- Perundingan
Perundingan merupakan upaya pembicaraan dan pemecahan berbagai persoalan yang timbul antara negara yang satu dan negara yang lain. Berbagai permasalahan dan persoalan yang timbul inilah yang mendorong suatu negara untuk mengadakan perundingan. Perundingan yang dilakukan akan melahirkan suatu kesepakatan. Adapun tun=juan diadakannya perundingan tersebut untuk bertukar pandangan tentang berbagai masalah, seperti masalah politik, ekonomi, penyelesaian sengketa atau pendirian lembaga-lembaga internasional, seperti PBB dan WHO.
Setelah terjadi kata SEPAKAT, tiap tiap negara menunjuk organ-organ yang berkompeten untuk menghadiri perundingan. Dalam konstitusi suatu negara maupun dalam Konvensi Wina Tahun 1969, kepala negaralah yang bertanggung jawab tentang terselenggaranya perundingan itu. Akan tetapi, dalam praktik diplomatik jarang sekali kepala negara ikut dalam perundingan dan hanya diwakili oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh.
Mengenai siapa yang dapat mewakili suatu negara dalam suatu perundingan internasional, hukum internasional tidak mengaturnya secara pasti karena hal tersebut merupkana persoalan intern tiap-tiap negara yang bersangkutan. Untuk mempertegas wakil negara dalam perundingan internasional, hukum internasional memberikan kettentuan , yaitu dengna surat kuasa penuh. Orang orang yang mewakili suatu negara sehingga sebagai konsekuensinya ia tidak akan dapat mengesahkan naskah suatu perjanjian internasional atas nama negaranya. Dalam hal ini ada pengecualiannya, yaitu jika sejak semulal para peserta sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh tidak diperlukan. Keharusan untuk menunjukkan full power atau credential tersebut tidak berlaku bagi kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, dan kepala perwakilan diplomatik dalam perundingan dengan negara tempatnya ditempatkan. Untuk memeriksa sah atau tidaknya surat-surat kuasa tersebut dibentuk panitia pemeriksa surat surat kuasa penuh. Hukum internasonal dewasa ini memberi kemungkinan kepada seseorang yang tidak memiliki full power untuk mewakili suatu negara dalam konferensi internasional yang mengikat negara tersebut. Kemungkinan tersebut dengan syarat tindakannya disahkan oleh pihak yang berwenang dari negara yang bersangkutan. anpa pengeseahan tindakan orang tersebut dianggap tidak sah. Hal ini ditegaskan dalam konvensi Wia Tahun 1969 pasal 7 ayat 1 dan ayat 2.
Perjanjia bilateral dalam perundingan disebut dengan talk,, sedangkan untuk perjanjian multilateral disebut dengan diplomatic conference atau dilakukan dengan konferensi diplomat perundingan yang demikian dapat juga dilakukan secara tidak resmi yang sering disebut dengan corridor talk atau lobbying, yaitu dilakukan pada waktu istirahat saling bertukar pikiran atau saling mempengaruhi.
2. Penandatanganan
Setelah berakhirnya perundingan, dilakukan penerimaan suatu perjanjian dalam suatu konverensi internasional yang dihardiri oleh banyak negara. Hal ini biasanya dilakukan dengan jalan kesepakatan 2/3 suara dari peserta konverensi. Ketentuan ini merupakan hal yang lazim dilakukan dalam praktik ubungan internasional. setelah tercapai sebuah kesepakatan pada teks perjanjian yang telah disetujui oleh wakil-wakil berkuasa penuh dibubuhkan tanda tangan atau mereka menandatangani protokol tersendiri sebagai prosedur penandatanganan. Protokol adalah persetujuan yang isinya melengkapi suatu konvensi. arti dari penandatanganansuatu perjanjian tergantung pada ada tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian tersebut. apabila perjanjian atau traktat harus diratifikasi penandatanganan hanya berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimany serta akan meneruskan epada pemerintah yang berhak untuk menerima atau menolak traktat tersebut. Jadimengikatnya perjanjian dinilai mengikat setelah diratifikasi oleh pihak yang berwenang. Dalam perjanjian bilateral penandatanganan dilakukan oleh wakil kedua negara yang telah melakukan perundingan. Penerimaan hasil perundingan secara bulat sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Adapaun dalam perjanjian multilateral penandatangan naskah hasil perundingan dapat dilakukan jika disetujui 2/3 dari semua peserta yang hadir dalam perundingan, kecuali jika ditentukan lain.
3. Pengesahan
Persetujuan dari sebuah negara untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian dapat diberikan dengan berbagai cara, tergantung persetujuan antara negara peserta itu sendiri, misalnya dapat dilakukan dengan suatu penandatanganan naskah perjanjian itu jika telah disepakati oleh tiap-tiap pihak. Hal ini menunjukkan perjanjian yang dibuat tersebtu merupakan perjanjian yang telah memuat ketentuan bahwa tidak dibutuhkan adanya ratifikasi, para peserta telaah sepakat bahwa perjanjian itu akan berlaku setelah ditandatangi tanpa menunggu ratifikasi, dan tiap tiap pihak telah menetapkan bahwa perjanjian tersebut akan berlakusejak ditandatangani atau pada tanggal idumumkan atau mulai berlaku pada tanggal yang ditentukan dalam perjanjian tersebut